1. Pengertian
Terapi
Istilah
Terapi Emotif Rasional (TRE / RET---Rational Emotion Therapy) sukar
digantikan dengan istilah bahasa Indonesia yang mengena; paling-paling dapat
dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan kebersamaan
dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thingking, berperasaan
(emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu
perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang
berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami
gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali cara
berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor
dalam sekaligus promoter utama corak konseling ini adalah Albert Ellis,
yang telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang
berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to
Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of Counselling
yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks
Theories of Counselling (1979).
Menurut
pengakuannya Ellis sendiri, corak konseling Rational Emotive Terapi (disingkat
RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif Behavioristik. Banyak buku yang
telah terbit mengenai tata cara memberikan konseling kepada diri sendiri,
mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya J. Lembo, Help Yourself, yang
telah disadur pula kedalam bahasa Indonesia dengan judul Berusahalah Sendiri
(1980).
Corak
konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan
tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan
sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
a. Manusia
adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan mahluk
yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan dan
keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama manusia hidup di
dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik mungkin.
b. Perilaku
manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi
sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-nilai
kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya.
c. Hidup
secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa,
sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif. Bilamana
orang berpikir, berperasaan dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala
tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional.
Dengan demikian berpikir rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga
sungguh-sungguh membantu mencapai kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak
mencapai kebahagian itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak
menggunakan akal sehatnya secara semestinya.
d. Manusia
memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus
untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi
dapat juga berpikir salah.
e. Orang
kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau
irrasional (irational beliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan
kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu
merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan sosial dan gagasannya sendiri.
Tumpukan keyakinan irasional cenderung untuk bertahan lama, bahkan orang
cenderung memperkuatnya sendiri dengan berbagai dalih. Albert Ellis sendiri
mengakui mula-mula merumuskan 11 keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang
oleh banyak orang, tetapi kemudian ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi
sampai tiga keyakinan dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang
disampaikan oleh orang kepada dirinya sendiri:
Terapi
Emotif Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis merupakan bagian dari
terapi CBT (cognitive behaviural therapy) lebih banyak kesamaannya dengan
terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan dalam arti
menitik beratkan pada proses berpikir, menilai, memuuskan, menganalisa dan
bertindak. Konsep-konsep Teapi Emotif Rasional membangkitkan sejumlah
pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan
proses reeduksi? Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai guru?
Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda, persuasi, dan saran-saran
yang sangat direktif? Sampai mana membebaskan keefektifan usaha membebaskan
para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan menggunakan logika,
nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran.
Teapi
Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa
manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur
maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan
–kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan,
mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri.
Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah
menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali
kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi,
perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi
diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku
lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase
diri.
Manusia
padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan
oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak
disadari.Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan
penuh prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali
dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya
tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi
yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang
salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan
dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir
yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Antecedent event, Belief, dan Emotional consequence. Kerangka
pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent
event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami
atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah
laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa,
dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.
Belief
(B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri
individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu
keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak
rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara
berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana
itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau
system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran
itu tidak produktif.
Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai
akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi
dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan
akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk
keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Teapi
Emotif Rasional (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa
manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur
maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki
kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan
mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan
mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri.
Teapi
Emotif Rasional menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak
terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah
ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan
kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan,
hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera
mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun
orang lain.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut
Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara
biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk
unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk
mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah
diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk
mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya,
mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa
lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya
berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.
Unsur
pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua
proses yang terpisah Menurut Ellis, pilaran dan emosi merupakan dua hal yang
saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait.
Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang
dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang
intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan
merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang.
Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi
mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam
keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
Pandangan
yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku
emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau
internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya
sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang
yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir
secara jelas, (2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara
cerdas tetapi tidak tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya
dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi
terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Neurosis
adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional
berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi
sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh
karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan
tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi
adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka
kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan
bahwa “gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti
yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara
dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau
bertindak sampai ia sendiri kalah”.
TRE
berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi
korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari
gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan
autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam
tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus
menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan
diri.
Ellis
menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu
tujuan utama, yaitu : ” meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien
dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik”.
Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa
verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari
gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya,
proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas.
Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber
ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai
kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian
besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang
mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih
toleran dan rasional.
2. Tujuan
Terapi Emotif Rasional
Tujuan
utama dari terapi ini yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari
klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik.
Terapi ini mendorong suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan
asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara filosofis, dengan demikian
Terapi Emotif Rasional tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis,
1967, hlm, 85;1973a, hlm. 172), tetapi untuk mendorong klien agar menguji
secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang
dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan
misalnya, maka sasaran yang dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan
ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada
umumnya. TRE bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama.
Ringkasnya,
proses terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan suatu maksud utama yaitu:
membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan
untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya
adalah menjadikan klien menginternalisasikan suatu filsafat hidup yang rasional
sebagaimana dia menginternalisasikan keyakinan-keyakinan dogmatis yang
irasional dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari
kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
Langkah
kedua adalah membawa klien ke-seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa
dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif
dengan terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang
kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa
kanak-kanak. Dengan perkataan lain, karena klien tetap mereindoktrinasi diri,
maka dia bertanggung jawab atas masalah-masalahnya sendiri. Terapis tidak hanya
cukup menunjukkan kepada klien bahwa Dia memiliki proses-proses yang tidak
logis, sebab klien cenderung mengatakan, ”sekarang saya mengerti bahwa saya
memiliki ketakutan akan kegagalan dan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak
realistis”.
Untuk
melangkah ke seberang pengakuan klien atas pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan irasionalnya, terapis mengambil langkah ketiga, yakni
berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan
gagasan-gagasan irasionalnya. TRE berasumsi bahwa keyakinan-keyakinan yang
tidak logis itu berakar dalam sehingga biasanya klien tidak bersedia
mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk memahami hubungan
antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat-filsafatnya yang
tidak realistis yang menjurus pada lingkaran setan proses penyalahan diri. Jadi
langkah terakhir dari proses terapeutik adalah menantang klien untuk
mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa
menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional.
Menangani
masalah-maslah atau gejala-gejala yang spesifik saja tidak menjamin bahwa
masalah-masalah lain tidak akan muncul. Yang kemudian diharapkan adalah terapis
menyerang inti pikiran irasional dan mengajari klien bagaimana menggantikan
keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irasional dengan yang rasional.
Terapis
yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda dengan kebanyakan terapis
yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya adalah suatu proses
terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif dan direktif. TRE adalah suatu
proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien cara-cara
memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan metodologi yang
gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan aspek-aspek kognitif.
Rllis (1973ª,hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh
terapis TRE sebagai berikut:
a. mengajak
klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah
memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
b. menantang
klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
c. menunjukkkan
kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
d. menggunakan
suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e. menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan
mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
f. menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
g. menerangkan
bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan
yang rasional yang memiliki landasan empiris;
h. mengajari
klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien
bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan
datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat
merusak diri.
Pengalaman
utama klien dalam TRE adalah mencapai pemahaman. TRE berasumsi bahwa pencapaian
pemahaman emosional (emotional insight) oleh klien atas sumber-sumber gangguan
yang dialaminya adalah bagian yang sangat penting dari proses terapeutik. Ellis
(199\67, hlm 87) mendefinisikan pemahaman emosional sebagai “ mengetahui atau
melihat penyebab-penyebab masalah dan bekerja dengan keyakinan dan bersemangat
untuk menerapkan pengetahuan itu pada penyelesaian masalah-masalah tersebut”.
Jadi, TRE menitikberatkan penafsiran sebagai suatu alat terapeutik.
3. Tiga
Taraf Pemahaman dalam TRE
Klien
menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan dia takut terhadap
suatu hal:
a. Klien
mengakui bahwa dia masih merasa terancam oleh ketidaknyamanannya, karena dia
tetap mempercayai dan mengulang-ulang keyakinan-keyakinan irasional yang telah
diterimanya.
b. Tarap
pemahaman ketiga terdiri atas penerimaan klien bahwa dia tidak akan membaik,
juga tidak akan berubah secara berarti kecuali jika dia berusaha
sungguh-sungguh dan berbuat untuk mengubah keyakinan irasionalnya dengan
benar-benar melakukan hal-hal yang bersifat kontropropaganda.
TRE
lebih menekankan terutama pada dua pemahaman-pemahaman yaitu tarap pemahaman
kedua dan ketiga, yakni pengakuan klien bahwa dirinyalah yang sekarang
mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang semula mengganggu dan
bahwa dia sebaiknya menghadapinya secara rasional-emotif, memikirkannya, dan
berusaha menghapuskannya.
4. Penerapan
Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapeutik Rasional Emotif
TRE
memberikan keleluasaan kepada pempraktek untuk menjadi eklektik. Sebagian besar
sistem psikoterapi mengandaikan suatu kondisi tunggal yang diperlukan bagi
pengubahan kepribadian. Ellis (1976, hlm 89), berpendapat bahwa mungkin tidak
ada kondisi tunggal atau sekumpulan kondisi yang memadai dan yang esensial bagi
terjadinya suatu perubahan. TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami
perubahan melalui banyak jalan yang berbeda seperti memiliki
pengalaman-pengalaman hidup yang berarti, belajar tentang
pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan dengan terapis, menonton
film, mendengarkan rekaman-rekaman, mempraktekkan pekerjaan rumah yang
spesifik, melibatkan diri dalam korespondensi melalui saluran-saluran TRE,
menghabiskan waktu sendirian untuk berpikir dan meditasi, dan dengan banyak
cara lain untuk menentukan perubahan kepribadian yang tahan lama.
Teknik
TRE yang esensial adalah mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah terapi
dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereeduksi
klien. Dalam hal ini teknik-teknik yang dapat digunakan dalam terapi ini
meliputi diantaranya: pelaksanaan pekerjaan rumah (home task/work) dimana pada pelaksnaannya
klien diajarkan dan disuruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang
dapat dilakukannya seperti kedisiplinan waktu, merapihkan tempat tidur,
melaksanakan komunikasi dan relasi yang positif (produktif), desensitiasi,
pengkondisian operan, hipnoterapi dan latihan asertif.
5. Penerapan
TRE pada Terapi Individual
Ellis
(1973ª, hlm. 192) menyatakan bahwa pada penanganan terapi individual pada
pelaksanaannya diharapkan memiliki satu sesi dalam setiap minggunya dengan
jumlah antara lima sampai lima puluh sesi. Dimana pada pelaksanaan terapi ini
klien diharapkan mulai dengan mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekan
dan menjabarkan perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian
terapis juga mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang
diasosiasikan dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk
mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan pekerjaan
rumah yang akan membantu klien untuk cecara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan
irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekkan cara-cara hidup yang
lebih rasional.
Setiap
minggu terapis memerikasa kemajuan kliennya dan klien secara sinambung belajar
mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya sampai ia lebih dari sekedar
menghilangkan gejala-gejala, yakni sampai mereka belajar cara-cara hidup yang
lebih toleran dan rasional
6. Teknik-Teknik
Terapi Emotif Rasional (Emotif)
a. Assertive
adaptive
Teknik yang digunakan untuk
melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus
menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang
diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain
peran
Teknik untuk mengekspresikan
berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu
suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
7. Teknik-teknik
Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien
ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan
pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan
untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan
menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun
punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan
kepadanya.
b. Sosial
modeling
Teknik untuk membentuk
tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien
dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi
(meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan
norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah
disiapkan oleh konselor.
c. Home
work assigments
Teknik yang dilaksanakan
dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang
diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat
mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional
dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan
tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan
home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu
pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan
mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta
kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya
kepada konselor.
d. Latihan
asertif
Teknik untuk melatih
keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang
diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah : (a) mendorong kemampuan klien
mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b)
membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa
menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk
meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan
untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
Video RET:
No comments:
Post a Comment