Bencana dapat berpengaruh terhadap aspek psikologis. Beban berat yang harus ditanggung oleh para korban bencana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan mental, terutama bagi orang-orang dengan kemampuan manajemen stress yang kurang baik. Pengalaman traumatis merupakan suatu kejadian yang benar-benar di luar kehidupan normal (luar biasa). Kerap kali pengalaman traumatis menyebabkan ketidak sesuai an dengan persepsi kita tentang bagaimana dunia sesuai tatanannya dan bagaimana kita harus berfungsi di dalamnya. Sebuah pengalaman tiba-tiba mengejutkan, yang membuat dia tidak berdaya untuk jangka waktu singkat atau lebih lama. Dan dapat menyebabkan reaksi stres pasca-traumatik atau bahkan gangguan.
Respon terhadap bencana meliputi :
-Respon emosi dan kognitif
-Respon fisiologis
-Respon tingkah laku
Fase-fase Respon Komunitas terkait Bencana
Predisaster : normal, dengan atau tanpa warning, bisa ada persiapan.
Impact / inventory : perhatian muncul, ada semangat menata kembali sementara merasa tertekan atau bingung atas kejadian bencana ini, tapi kemudian dengan cepat akan pulih dan fokus pada perlindungan untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya. Emosi yang muncul berupa ketakutan, tidak berdaya, kehilangan, dislokasi dan kemudian merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang lebih (fase inventory) kemudian terjadi setelah bencana, dimana muncul gambaran awal kondisi individu dan masyarakat.
Heroik : pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk melakukan aksi heroik seperti menyelamatkan nyawa dan harta orang lain. Altruism (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri) menonjol. Bersedia membantu orang lain untuk bertahan dan pulih.
Honeymoon : biasanya 1 mingggu – 6 bln setelah bencana. Untuk yang terkena langsung biasanya ada strong sense akan bahaya lain, situasi katastropik. Komunitas biasanya ada kohesi dan kerjasama untuk pulih. Bantuan biasanya sudah berjalan lancar, ada harapan yang tinggi untuk cepat pulih. Emosi yang muncul biasanya rasa syukur dan harapan-harapan.
Disillusionment : biasanya 2 bulan – 2 tahun. Realita pemulihan sudah ditetapkan. Orang-orang akan merasa kecewa, frustasi, marah, benci dan kesal jika terjadi kemunduran dan janji bantuan tidak terpenuhi, terlalu sedikit atau terlambat. Lembaga bantuan dan relawan mulai hilang, kelompok masyarakat lokal mulai melemah. Mereka yang paling terkena dampaknya akan sadar bahwa banyak hal yang harus dilakukan sendiri dan kehidupan mereka tidak selalu sama. Perasaan kebersamaan akan mulai hilang karena mulai fokus pada membangun kembali kehidupannya sendiri dan mengatasi masalah individual. Emosi berupa keraguan, kehilangan, kesedihan dan isolasi.
Reconstruction : biasanya berlangsung selama bertahun-tahun. Mereka yg bertahan fokus pada membangun kembali rumahnya, bisnis, ladang dan kehidupannya. Muncul bangunan-bangunan baru, perkembangan program-program baru, dan rencana meningkatkan kepercayaan dan kebanggan masyarakat dan kemampuan individu untuk membangun kembali. Namun proses ini ada pasang surutnya, misal ada peristiwa-peristiwa lain yang memicu reaksi emosional atau kemajuan yg tertunda.
Dampak Psikologis akibat bencana dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
1. Distres psikologis ringan
Cemas, panik, terlalu waspada ; terjadi natural recovery dalam hitungan hari/minggu, tidak butuh intervensi spesifik ; tampak pada sebagian besar survivor
2. Distres psikologis sedang
Cemas menyeluruh, menarik diri, gangguan emosi ; natural recovery dalam waktu yg relatif lebih lama ; dapat berkembang menjadi gangguan mental dan tingkah laku yang berat ; butuh dukungan psikososial untuk natural recovery
3. Gangguan tingkah laku dan mental yang berat
Gangguan mental karena trauma atau stress seperti PTSD, depresi, cemas menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi ; jika tidak dilakukan intervensi sistemik akan mudah menyebar ; butuh dukungan mental dan penanganan oleh mental health professional
Gangguan jiwa adalah gangguan mental yang berat. seseorang mengalami gangguan kesehatan, terutama dari segi kesehatan mental. Ada dua faktor yang boleh menimbulkan terjadinya gangguan jiwa, yaitu Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi. Faktor Predisposisi adalah faktor yang melatarbelakangi seseorang mengalami gangguan jiwa, sedangkan Faktor Presipitasi adalah faktor yang mencetuskan terjadinya gangguan jiwa pada seseorang untuk kali yang pertama.
Faktor Predisposisi
Faktor ini dapat terdiri dari beberapa bagian. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang termasuk kedalam faktor ini:
1. Genetik, sebahagian besar gangguan jiwa disebabkan karena faktor keturunan. Dimana sifat-sifat gangguan jiwa yang akan dialami oleh individu diturunkan oleh orang tua maupun nenek moyang mereka melalui gen dan kromosom dalam sel reproduksi.
2. Faktor Personaliti, telah diketahui sejak lama bahwa kepribadian individu juga berperan besar dalam menyumbang terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Individu yang memiliki kepribadian yang kuat akan cenderung untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi; namun individu yang begitu mengalami kebergantungan terhadap orang lain, maka cenderung untuk mudah mengalami gangguan jiwa karena kepribadiannya rapuh
3. Periode Perkembangan Kritis, keadaan ini juga dapat menyumbang sebagai faktor penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa. Karena selama individu menjalani proses ini, seseorang akan belajar untuk mengenali dan mencari solusi terbaik dalam menghadapi setiap masalah yang datang untuk dapat diadaptasikan sesuai dengan keadaan yang sehat. Sehingga apabila seseorang tidak mampu mengatasi berbagai stressor yang ada pada periode perkembangan kritis ini akan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan jiwa.
Faktor Presipitasi
Faktor ini juga terdapat beberapa bagian, yaitu beberapa faktor yang dapat mencetuskan untuk kali pertama sehingga seseorang mengalami gangguan jiwa, diantaranya:
1. Faktor Fisik, yaitu faktor-faktor yang berasal dari gangguan fisik yang dialami oleh individu sehingga akhirnya menyalami gangguan jiwa. Contohnya adalah terjadinya infeksi pada otak, kecederaan yang dialami oleh otak, toksin atau bahan kimia berbahaya yang menyerang otak, adanya tumor pada otak yang dapat mengganggu fungsi otak, gangguan pada sistem endokrin maupun akibat kekurangan vitamin B1 B12 atau zat besi yang berpengaruh terhadap neurotransmitter di otak. Gangguan mental yang disebabkan oleh faktor ini biasa disebut dengan gangguan mental organik.
2. Faktor Psikis, yaitu faktor-faktor yang berasal dari mental individu yang dialami secara terus-menerus sehingga akhirnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah tidak dapat lagi dipertahankan sehingga akhirnya individu mengalami gangguan jiwa. Faktor Psikis ini dapat terdiri dari: faktor sosio-ekonomi yang senantiasa menjerat individu, krisis yang terus dialami oleh individu, terlalu bergantung terhadap bantuan orang lain adalah diantara faktor psikis yang dapat menyebabkan gangguan jiwa.
Demikian sekilas uraian tentang sebab-sebab sehingga individu mengalami gangguan jiwa. Tulisan ini adalah opini pribadi penulis, jika ada kesalahan dan ketidaktepatan dalam tulisan ini, silakan dikoreksi. Semoga bermanfaat.
Prinsip dasar WHO :
· Persiapan sebelum emergency : sistem koordinasi, rencana darurat, pelatihan
· Assessment : penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap kebutuhan psikososial dan kesehatan mental
· Upaya kolaboratif
· Integrasi dalam primary health care
· Akses pelayanan untuk semua
· Pelatihan dan pengawasan (jika tidak terjaga akan menimbulkan masalah baru)
· Perspektif jangka panjang
· Indikator pantauan (monitoring indicator)
Fase intervensi (WHO) :
Fase emergency akut : periode dimana kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, keamanan, air dan sanitasi, serta akses ke puskesmas mulai menghilang, akibatnya mortality rate secara kasar meningkat
Fase rekonsolidasi : ketersediaan suplai kebutuhan dasar dibandingkan dengan sebelum emergency
Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental diperlukan dua intervensi utama, yaitu :
· Intervensi Sosial
Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya dan terus menerus mengenai bencana dan upaya-upaya yang berkaitan, memelihara budaya dan acara-acara keagamaan seperti upacara pemakaman, tersedianya akses sekolah dan aktivitas rekreasi normal untuk anak-anak dan remaja, partisipasi dalam komunitas untuk orang dewasa dan remaja, keterlibatan jaringan sosial untuk orang yg terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya kembali keluarga yang terpisah, shelter dan organisasi komunitas untuk yang tidak punya tempat tinggal, keterlibatan komunitas dalam kegiatan keagamaan dan fasilitas masyarakat lainnya.
· Intervensi Psikologis dan Psikiatrik
Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada pelayanan kesehatan dan di komunitas untuk orang-orang yang mengalami distress mental akut, tersedianya pelayanan untuk keluhan psikiatrik di sistem pelayanan kesehatan primer, penanganan yang berkelanjutan untuk individu dengan gangguan psikiatrik yang sudah ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tiba-tiba harus dihindari, perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis berbasis komunitas pasca bencana.
sumber: